Kerukunan umat beragama di Indonesia dari dulu hingga kini masih saja diselimuti beragam persoalan. Keyakinan akan kebenaran ajaran agama masing-masing membuat pemeluk agama tidak toleran dan cenderung memaksakan keyakinan kepada pemeluk agama lain. Tak hanya menyangkut kerukunan antarapemeluk agama, tetapi juga pemeluk agama dengan pemerintah. Konsep “Tri Kerukunan” yang pernah ada di Indonesia lahir karena umat beragama yang tidak harmonis dengan pemerintah, terutama zaman kolonial.
Meskipun kini konsep “Tri Kerukunan” dianggap tidak relevan, mengingat hubungan pemerintah dengan umat Islam relatif tidak masalah—karena umat Islam sebagian besar tidak lagi mempertentangkan asas Pancasila, namun kerukunan antarumat beragama tetap harus dibina. Umat Islam pun dituntut agar lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan agama dan perbedaan mazhab. Karena ajaran Islam sendiri sangat menganjurkan menghargai perbedaan keyakinan, dan penghargaan itu cermin dari Islam yang cinta damai. Berikut penuturan Ketua Harian MUI, Drs. H. Amidhan kepada Reporter CMM, Firman Syah:
Menurut Anda, apa dan bagaimana sebenarnya konsep lama kerukunan antarumat beragama itu?
Konsep lama kerukunan umat beragama, untuk saat ini, menurut saya tidak berlaku lagi. Konsep itu sudah bubar. Artinya, unsur-unsurnya sudah tidak ada lagi. Kerukunan antara pemerintah dengan umat beragama itu lahir karena warisan masa kolonial. Karena umat beragama, terutama umat Islam menentang kolonialisme di Indonesia, selain juga karena pemerintah kolonial melakukan strategi pecah belah. Akibatnya, saat itu tidak ada komunikasi antara umat beragama dengan pemerintah, dalam hal ini kolonial.
Sampai pada Orde Lama, konflik antara pemerintah dengan umat beragama, terutama umat Islam masih terjadi. Karena disusupi oleh komunisme, antara pemerintah dengan umat beragama dianggap berlawanan. Bung Karno berusaha menghubungkan komunikasi pemerintah dengan umat beragama melalui konsep Nasakom. Bung Karno ingin merukunkan nasionalisme, agama, dan komunisme.
Apakah usaha Bung Karno itu berhasil?
Cara-cara yang dilakukan oleh Bung Karno tidak berhasil, karena antara komunis dengan umat beragama pada umumnya, terutama Islam terdapat pertentangan konsep yang luar biasa. Ibarat air dengan minyak, karena komunisme dipahami sebagai ajaran yang atheis. Berbeda dengan umat beragam yang percaya pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua konsep itu tidak mungkin ketemu, walaupun Bung Karno melakukan revisi-revisi bahwa komunisme di Indonesia adalah sosialisme yang diterapkan di Indonesia. Dengan kata lain, Bung Karno tidak mau mengatakan ada atheis.
Bagaimana pandangan Anda terhadap mereka yang hendak mengubah Pancasila menjadi asas Islam?
Umat beragama, khususnya umat Islam tidak setuju Pancasila, terutama asas tunggal. Pak Alamsyah (mantan Menteri Agama) memiliki alasan tentang konsep tri kerukunan. Waktu itu, dia menyatakan umat Islam keliru kalau tidak setuju Pancasila. Karena Pancasila sebenarnya hadiah umat Islam kepada bangsa ini. Karena umat Islamlah yang waktu itu menyetujui adanya Pancasila, sehingga tumbuh kesepakatan yang kemudian dimasukkan ke dalam Pembukaan UUD 1945. Waktu itu umat Islam bersedia menghilangkan 7 kata (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya). Kata Bung Karno, mengapa umat Islam memusuhi dan melawan Pancasila? Pancasila milik umat Islam sendiri, bahkan dia (umat Islam) yang membuahkan.
Apakah sampai saat ini pertentangan antara pemerintah dan umat Islam masih ada?
Benih-benih pertentangan antara pemerintah dengan umat, masih ada. Tidak bisa dihilangkan begitu saja. Oleh karena itu, (waktu itu) dibentuk tri kerukunan, termasuk antara pemerintah dan umat beragama. Memang yang dimaksud umat beragama pada dasarnya Islam.
Dengan kondisi seperti itu, bisa dikatakan Islam sangat demokratis dan mengenal pluralisme?
Jelas. Jadi, Islam dari namanya saja Islam agama damai, yakni cinta perdamaian. Perdamaian di sini perdamaian yang alami. Alami artinya dicapai dengan cara pembudayaan demokrasi. Anda tahu bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang. Kenapa orang (waktu itu) tertarik Islam? Karena Islam itu sangat manusiawi. Tidak mengenal kasta, tidak mengenal penindasan, suka membantu, dan lain sebagainya. Orang cinta Islam karena prinsip itu. Itulah yang membuat ajaran Islam cepat menyebar.
Selain Islam damai dan demokratis, ajaran Islam tentu saja (mengakui) pluralisme. Karena Islam itu menganut lakum dinukum waliyaddin. Jadi, silakan saja kalau ada orang yang tidak mau memeluk Islam. Bahkan di dalam Islam, ada sebuah hadits yang menyatakan saat “perang” tidak boleh membakar gereja. Artinya, Islam sangat menghargai perbedaan agama atau keyakinan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you for your visit and all suggestions that you provide. This is all I will make further consideration. Thank you
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.